Pertemuan Ketiga
Transaksi – Transaksi yang
Dilarang dalam Islam
Transaksi-transaksi
yang dilarang untuk dilakukan dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh
kedua faktor berikut :
1.
Haram zatnya (objek transaksinya)
Suatu
transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan
merupakan objek yang dilarang (haram) dalam hukum agama Islam. Seperti
memperjualbeli kan alkohol, narkoba, organ manusia, dll.
2.
Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi-nya)
Jenis
ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a.
Tadlis,
yaitu sebuah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha
untuk menyembunyikan informasi dari pihak yang lain (unknown to one party)
dengan maksud untuk menipu pihak tersebut atas ketidaktahuan akan informasi
objek yang diperjualbelikan.
b.
Ikhtikar.
Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di
atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga
produk yang dijualnya naik.
c.
Bai’
Najasy adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand
(permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk
sehingga harga jual produk itu akan naik.
d.
Taghrir
(Gharar), gharar itu adalah
apa-apa yang akibatnya
tersembunyi dalam pandangan kita dan
akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling kita takuti.
Secara umum, bentuk Gharar dapat dibagi
menjadi 4 :
1.
Gharar
dalam Kuantitas
2.
Gharar
dalam Kualitas
3.
Gharar
dalam Harga
4.
Gharar
menyangkut waktu penyerahan
e.
Riba
adalah tambahan yang disyaratkan dalam tarnsaksi bisnis tanpa adanya pengganti
(iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut (Imam Sarakhzi).
Jenis-jenis Riba :
a)
Riba
Nasii`ah.
Riba
Nasii`ah adalah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran utang untuk
dibayarkan pada tempo yang baru, sama saja apakah tambahan itu merupakan sanksi
atas keterlambatan pembayaran hutang, atau sebagai tambahan hutang baru.
b)
Riba
Fadlal.
Riba fadlal
adalah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang yang sejenis. Dalil
pelarangannya adalah hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim.
c)
Riba
al-Yadd.
Riba al-Yadd
yang disebabkan karena penundaan pembayaran dalam pertukaran barang-barang.
Dengan kata lain, kedua belah pihak yang melakukan pertukaran uang atau barang
telah berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan serah terima.
d)
Riba
Qardl.
Riba qaradl
adalah meminjam uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau
keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman.
f.
Maisir
Menurut bahasa maisir berarti
gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus
bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik
perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam
perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi.
Pelarangan maisir oleh Allah SWT
dikarenakan efek negative maisir. Ketika melakukan perjudian seseorang
dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi secara abnormal. Suatu saat ketika
seseorang beruntung ia mendapatkan keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha
yang dilakukannya. Sedangkan ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami
kerugian yang sangat besar. Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan
keseimbangan sehingga diharamkan dalam sistem keuangan Islam.
g.
Talaqqil
jalab atau talaqqi rukban
Yang dimaksud dengan jalab adalah barang
yang diimpor dari tempat lain. Sedangkan rukban yang dimaksud adalah pedagang
dengan menaiki tunggangan. Adapun yang dimaksud talaqqil jalab atau talaqqi
rukban adalah sebagian pedagang menyongsong kedatangan barang dari tempat lain
dari orang yang ingin berjualan di negerinya, lalu ia menawarkan harga yang
lebih rendah atau jauh dari harga di pasar sehingga barang para pedagang luar
itu dibeli sebelum masuk ke pasar dan sebelum mereka mengetahui harga
sebenarnya.
h.
Jual
beli hadir lil baad, menjadi calo untuk orang desa (pedalaman)
Yang dimaksud bai’ hadir lil baad adalah
orang kota yang menjadi calo untuk orang pedalaman atau bisa jadi bagi sesama
orang kota. Calo ini mengatakan, “Engkau tidak perlu menjual barang-barangmu
sendiri. Biarkan saya saja yang jualkan barang-barangmu, nanti engkau akan
mendapatkan harga yang lebih tinggi”.
i.
Risywah
(Suap)
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian
yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya
dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai
dengan kehendaknya.” (al-Misbah al-Munir/al Fayumi, al-Muhalla/Ibnu Hazm). Atau
“pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan
tertentu” (lisanul Arab, dan mu’jam wasith).
Sedangkan menurut istilah risywah berarti:
“pemberian yang bertujuan membatalkan yang benar atau untuk menguatkan dan
memenangkan yang salah.” (At-Ta’rifat/aljurjani 148).
Dari definisi di atas ada dua sisi yang
saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi (penyuap) dan Al-Murtasyi
(penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam Islam menurut
kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikategorikan dalam kelompok
dosa besar.
Tidak Sah/ lengkapnya akad
Suatu
transaksi dapat dikatakan tidak sah dan atau tidak lengkap adanya, bila terjadi
salah satu (atau lebih) faktor-faktor berikut ini:
1.
Rukun
dan Syarat tidak terpenuhi
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam
suatu transaksi (necessary condition), misalnya ada [enjual dan pembeli. Tanpa
adanya penual dan pembeli, maka jual-beli tidak aka nada.
Pada umumnya, rukun dalam muamalah
iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada 3, yaitu:
a.
Pelaku
b.
Objek
c.
Ijab-kabul
Bila ketiga rukun diatas terpenuhi,
transaksi yang dilakukan sah. Namun bila rukun diatas tidak tepenuhi (baik satu
rukun atau lebih), maka transaksi menjadi batal.
Dalam kaitannya dengan kesepakatan ini,
maka akad dapat menjadi batal bila terdapat:
a.
Kesalahan/kekeliruan
objek
b.
Paksaan
(ikrah)
c.
Penipuan
(tadlis)
2.
Terjadi
Ta’alluq
Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada
dua akad yang saling dikaitkan, maka berlakunya akan 1 tergantung pada akad 2.
Contohnya A menjual barang X seharga Rp 120
juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual
barang tersebut kepada A secara tunai seharga Rp 100juta.
Transaksi diatas haram, karena ada
persyaratan bahwa A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual
barang tersebut kepada A. dalam kasus ini, disyaratkan bahwa akad 1 berlaku
efektif bila akad 2 dilakukan. Penerapan syarat ini mencegah terpenuhinya
rukun. Dalam terminologi fiqih, kasus diatas tersebut bai’ al-‘inah.
3.
Terjadi
two in one
Two in one adalah kondisi dimana suatu
transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian
(gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku). Dalam terminologi
fiqih, kejadian ini disebut dengan shafqatain fi al-shafqah.
two in one terjadi bila semua dari ketiga
faktor dibawah ini terpenuhi:
a.
Objek
sama
b.
Pelaku
sama
c.
Jangka
waktu sama
Contohnya, A menjual mobil seharga Rp
100juta kepada B yang harus dilunasi maksimal selama 12 bulan dan selama belum
lunas, A menganggap uang cicilan B sebagai uang sewa. Dalam transaksi ini,
terjadi gharar dalam akad, karena ada ketidakjelasan akad mana yang berlaku:
akad beli atau akad sewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar