Pertemuan ke 6
Mekanisme Keuangan Syariah Berbasis Jual Beli
Ø Pengertian Jual beli
Jual
beli adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain
dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.vMenurut etimologi, jual beli
adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli
adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
Ø Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun
dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus
dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).
Rukun
Jual Beli:
a.
Dua
pihak membuat akad penjual dan pembeli
b.
Objek
akad (barang dan harga)
c.
Ijab
qabul (perjanjian/persetujuan)
1)
Murabahah
Murabahah
adalah akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan dengan
jelas barang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian barang kepada
pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya laba/keuntungan dalam jumlah
tertentu.
Dalam
kegiatan perbankan teknisnya : bank membeli barang yang dipesan oleh nasabahnya
dan menjualnya kepada nasabah tersebut. Harga jual bank adalah harga beli dari pemasok
ditambah keuntungan yang disepakati. Bank harus memberitahu secara jujur harga
pokok barang kepada nasabah serta biaya yang diperlukan. Pembayaran murabahah
dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.
2)
Salam
Salam
adalah penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya sebagai
persyaratan jual beli dan barang tersebut masih dalam tanggungan penjual, di
mana syarat-syarat tersebut diantaranya adalah mendahulukan pembayaran pada
waktu di akad disepakati.
Syarat-syarat
salam:
a.
Uangnya
dibayar di tempat akad
b.
Barangnya
menjadi utang bagi penjual
c.
Barangnya
dapat diberikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan
d.
Diketahui
dan ditentukan sifat-sifat dan macam barangnya dengan jelas
e.
Disebutkan
tempat menerimanya
Dalam
kegiatan perbankan bank dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam
suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal
ini disebut salam paralel. Salam paralel adalah suatu transaksi dimna bank
melakukan dua akad salam dalam waktu yang sama. Dalam akad salam pertama bank
melakukan pembelian suatu barang kepada pihak penyedia barang dengan pembayaran
di muka dan pada akad salam kedua bank menjual lagi kepada pihak lain dengan
jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Pelaksanaan kewajiban bank
selaku penjual dalam akad salam kedua tidak tergantung pada akad salam yang
pertama.
3)
Istishna’
Istishna’
berarti minta dibuatkan. Secara terminologi mauamalah (ta’rif) berarti akad
jual beli dimana Shanni’ (produsen) ditugaskan untuk membuat suatu barang
(pesanan) oleh Mustashni (pemesan).
Menurut
Jumhur Ulama, istishna’ sama dengan salam yaitu dari segi obyek pesanannya
yaitu harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus.
Perbedaannya hanya pada sistem pembayarannya, salam pembayarannya dialkukan
sebelum barang diterima dan istishna bisa di awal, di tengah, atau di akhir
pesanan
Dalam
perbankan: Istishna adalah jual beli dalam bentuk pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati atara pesanan
(pembeli, mustashni) dan penjual (pembuat, shani). Jika pembelian dalam akad
istishna tidak mewajibkan bank untuk membuat sendiri barang pesanan, maka untuk
memenuhi kewajiaban pada akad pertama, bank dapat mengadakan akad istishna
kedua dengan pihak ketiga (subkontraktor). Akad istishna kedua ini disebut
istishna paralel. Akad istishna dapat dihentikan jika kedua belah pihak telah
memenuhi kewajibannya.
Metode Penentuan Harga
Jual Dan Profit Margin Untuk Pembiayaan Berbasis Jual Beli
Ada
empat metode penentu profit margin yang diterapkan pada bisnis/bank
konvensional, yaitu:
1. Mark-up Pricing
2. Target-Return Pricing
3. Perceived Value Pricing
4. Value Pricing
Dari
keempat tersebut dapat dipilih salah satunya untuk diadopsi dalam menghitung
harga jual dan profit margin dari pembiayaan murabahah di bank syariah.
Batas Maksimal Penentuan
Keuntungan Menurut Syariah
Tidak
ada dalil dalam syariah yang berkaitan dengan penentuan keuntungan usaha,
sehingga bila melebihi jumlah tersebut dianggap haram. Hal demikian, telah
menjadi kaidah umum untuk seluruh jenis barang dagangan di setiap zaman dan
tempat. Ketentuan tersebut, karena ada beberapa hikma di antaranya :
1.
Perbedaan
harga, terkadang cepat berputar dan terkadang lambat. Menurut kebiasaan, kalau
perputarannya cepat, maka keuntunganya lebih sedikit, semntara bila
perputarannya lambat keuntungannya banyak.
2.
Perbedaan
penjualan kontan dengan penjualan pembayaran tunda (kredit). Pada asalnya,
keuntungan pada penjualan kontan lebih kecil dibandingkan keuntungan pada
penjualan kredit.
3.
Perbedaan
komoditas yang di jual, anatara komoditas primer dan sekunder, keuntungannya
lebih sedikit, karena perhatikan kaum papa dan orang-orang yang membutuhkan,
dengan komoditas luks, yang keuntunganya di lebihkan menurut kebijakan karena
kurang di butuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar