Minggu, 18 Maret 2018

MAKALAH (EKONOMI MONETER dan FISKAL)


Makalah

INFLASI



Diajukan Untuk Memenuhi

Persyaratan Tugas Mata Kuliah

Ekonomi Moneter dan Fiskal



Oleh :

Yuyun Triandhini

                 1601270038                  

4A Pagi Perbankan Syariah


Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Medan

2018





DAFTAR ISI



Daftar Isi ............................................................................................................   i

BAB I  : PENDAHULUAN .................................................................................  1

1.1.            Latar Belakang.................................................................................................  1

 1.2.            Rumusan Masalah ........................................................................................  3

1.3.            Tujuan ................................................................................................................  3

BAB II : PEMBAHASAN...................................................................................  4

2.1. Pengertian inflasi .................................................................................................  4

2.2. Jenis-jenis Inflasi ..................................................................................................  7

2.3. Dampak Inflasi ...................................................................................................... 12

2.4. Hubungan Inflasi dengan Pertumbuhan Ekonomi ................................ 13

2.5. Hubungan Inflasi dengan Pengangguran .................................................. 14

BAB III : KESIMPULAN .................................................................................  17

REFERENSI  .....................................................................................................  18



BAB I

PENDAHULUAN



1.1.       Latar Belakang

Studi tentang penyebab inflasi mungkin telah menjadi salah satu perdebatan dalam makroekonomi yang paling signifikan di bidang ekonomi. Perdebatan terjadi karena perbedaan hipotesis mereka, terutama karena berbagai pandangan konvensional tentang ukuran yang tepat untuk mengendalikan inflasi dan juga karena perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Secara umum, penyebab inflasi di negara maju secara luas diidentifikasi sebagai pertumbuhan jumlah uang beredar. Di negara berkembang, inflasi bukanlah fenomena moneter murni. Selain itu, faktor-faktor yang biasanya terkait dengan ketidakseimbangan fiskal seperti pertumbuhan uang yang lebih tinggi dan depresiasi nilai tukar yang timbul dari krisis neraca pembayaran mendominasi proses inflasi di negara-negara berkembang. Makalah ini, mencoba untuk meninjau dan menganalisis teori inflasi.

Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi. Hal ini bertujuan untuk mempengaruhi sisi permintaan agregat ekonomi dalam jangka pendek. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat mempengaruhi sisi penawaran yang lebih jangka panjang, melalui peningkatan kapasitas ekonomi. Dalam pengelolaan stabilitas makroekonomi, kebijakan fiskal akan berinteraksi dengan kebijakan moneter.

Keynes menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari kebijakan fiskal terhadap perekonomian. Sebelum ke Keynes, operasi keuangan pemerintah dianggap tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat lapangan kerja dan permintaan agregat. Peran pemerintah pada saat itu terbatas untuk mengalokasikan kembali sumber keuangannya dari sektor swasta ke pemerintah. Pandangan ini didukung oleh Undang-Undang Hukum bahwa dalam kondisi kerja penuh, setiap kenaikan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan penurunan belanja swasta (crowding out) dalam jumlah pengeluaran yang sama, menghasilkan jumlah pendapatan agregat yang sama.

Pandangan ini kemudian diubah oleh Keynes, yang memberi penekanan pada efek makroekonomi dari pengeluaran pemerintah dan pajak. Keynes menyoroti bahwa kenaikan belanja pemerintah tidak hanya memindahkan sumber daya dari sektor swasta ke pemerintah, namun juga menekankan pada multiplier effect dari pengeluaran ini.

Mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berkelanjutan adalah tujuan kebanyakan negara. Pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi merupakan subyek utama kebijakan makroekonomi. Di antara banyak variabel yang dapat dikatakan sebagai penentu pertumbuhan ekonomi adalah inflasi.

Isu pertama tentang pertumbuhan ekonomi dan inflasi adalah hubungan di antara keduanya. Para strukturalis melihat bahwa inflasi memiliki dampak positif pada pertumbuhan ekonomi, sedangkan para monetaris melihat inflasi yang merugikan pertumbuhan ekonomi. Kedua pandangan tersebut memiliki penjelasan tersendiri mengapa inflasi berdampak positif atau negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Misalnya dalam pandangan neo klasik, inflasi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menggeser distribusi pendapatan yang mendukung kapitalis penabung yang lebih tinggi. Hal ini meningkatkan tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Keynesian juga mengatakan bahwa inflasi dapat meningkatkan pertumbuhan dengan menaikkan tingkat keuntungan, sehingga meningkatkan investasi swasta. Di sisi lain, menunjukkan mengapa inflasi berhubungan negatif dengan pertumbuhan ekonomi bahwa inflasi tinggi mengurangi tingkat investasi dan penurunan investasi berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan negatif karena tingkat pertumbuhan bergantung pada tingkat pengembalian namun tingkat pengembaliannya menurun oleh inflasi sehingga pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dengan inflasi.



1.2.       Rumusan Masalah

a.    Apa pengertian Inflasi ?

b.    Bagaimana jenis-jenis inflasi?

c.    Apa saja dampak inflasi?

d.    Bagaimana hubungan inflasi dengan pertumbuhan ekonomi?

e.    Bagaimana hubungan inflasi dengan pengangguran?



1.3.       Tujuan

a.    Untuk mengetahui pengertian inflasi.

b.    Untuk mengetahui jenis-jenis inflasi.

c.    Untuk mengetahui dampak inflasi.

d.    Untuk mengetahui hubungan inflasi dengan pertumbuhan ekonomi.

e.    Untuk mengetahui hubungan inflasi dengan pengangguran.

  

BAB II

PEMBAHASAN



Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.



Pengertian Inflasi Menurut Para Ahli

1.    Menurut Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) mendefinisikan inflasi dalam Inflation Targeting Framework

“Inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus”.

2.    Menurut Boediono

 “Inflasi merupakan suatu kecenderungan mengenai harga-harga agar naik pada umumnya dan juga secara terus-menerus. Keadaan ketika harga dari satu atau beberapa barang naik, maka itu bukanlah dapat dikatakan sebagai inflasi. Namun, jika harga barang yang naik tersebut meluas dan menyebabkan naiknya sebagian besar dari barang-barang lainnya itulah yang dinamakan dengan inflasi.”

3.    Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Lembaga ini mengemukakan bahwa pengertian dari inflasi adalah sebuah nilai ketika tingkat dari harga yang berlaku di dalam suatu bidang ekonomi. Sebagai salah satu dari indikator di dalam melihat kestabilitasian perekonomian satu wilayah tertentu, perkembangan harga jasa dan barang pada umumnya dapat dihitung melalui indeks harga dari para konsumen. Dengan demikian, angka inflasi amatlah mempengaruhi besar kecilnya produksi suatu barang.

4.    Winardi

Inflasi merupakan suatu periode pada masa tertentu, terjadi ketika kekuatan dalam membeli terhadap kesatuan moneter menurun. Pengertian Inflasi tersebut dapat timbul apabila nilai uang yang didepositokan beredar lebih banyak dibandingkan atas jumlah barang atau pun jasa yang ditawarkan.

5.    Dwi Eko Waluyo

Inflasi merupakan salah satu bentuk penyakit-penyakit ekonomi yang sering timbul dan dialami hampir di seluruh negara. Kecenderungan dari kenaikan harga-harga pada umumnya serta terjadi secara terus-menerus. Teori ini dikemukakan dalam buku beliau yang berjudul Teori Ekonomi Makro terbitan tahun 2002.

6.    Sadono Sukirno

Beliau adalah salah satu ekonom terkenal Indonesia. Sadono Sukirno menyebut inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.

Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi sebagai kenaikan harga secara umum secara terus menerus dari suatu perekonomian. Inflasi juga didefinisikan kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan bertambah besar fibandingkan dengan penawaran barang di pasar. Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang terlalu sedikit. Tingkat harga yang melambung sampai 100% atau lebih dalam setahun (hiperinflasi) menyebabkan hilangna kepercayaan masyarakat terhadap mata uang sehingga masyarakat cenderung menyimpan aktiva mereka dalam bentuk lain seperti real estate atau emas, yang biasanya nilainya bisa bertahan di masa-masa inflasi.

Semakin cepat kenaikan inflasi, semakin sulit memprediksikan inflasi di masa yang akan datang. Kebanyakan ekonom berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan efisien jika inflasi rendah. Idealnya, kebijakan ekonomi makro harus menstabilkan harga-harga. Sejumlah ekonom berpendapat bahwa tingkat inflasi yang rendah merupakan hal ang baik apabila itu terjadi akibat dari inovasi. Produk-produk baru yang diperkenalkan pada harga tinggi akan jauh cepat karena persaingan.

Pada awal 1990-an banyak negara menganggap serius pelajaran dari "inflasi besar" dan memungkinkan bank sentral mereka untuk mengejar stabilitas harga. Untuk tujuan ini, mereka harus memberi bank sentral tingkat independensi operasional tertentu dan mencapai kontrol keuangan publik tanpa mengambil jalan lain untuk seigniorage. Pada tahun 1990, Selandia Baru dan Cile menugaskan bank sentral mereka dengan tanggung jawab utama untuk stabilitas harga, dan bank sentral menerbitkan target numerik resmi untuk tingkat inflasi. Menurut Bernanke (1999) tanggung jawab untuk stabilitas harga dan target numerik adalah dua elemen kunci yang menjadi ciri kerangka kebijakan moneter yang disebut "target inflasi". Dengan segera, negara lain mengikuti termasuk Kanada, Inggris, Swedia, Norwegia dan Australia.

Prediksi inflasi memainkan peran sentral pada inflasi - yang menargetkan bank sentral dalam hal menandakan bagaimana mereka merencanakan untuk mencapai target mereka di masa depan. Beberapa bank sentral menargetkan inflasi menggunakan peraturan bergaya Taylor dengan perkiraan untuk mengkarakterisasi strategi mereka dalam evaluasi model. Sebagai alternatif, penargetan inflasi telah digambarkan sebagai masalah kontrol optimal dengan perkiraan inflasi sebagai target. Dalam hal ini, Clarida dkk (1999) terbukti berpengaruh dengan menurunkan implikasi model patokan sederhana NewKeynesian dari bagian sebelumnya untuk teori kebijakan moneter. Kontribusi NewKeynesian selanjutnya cenderung mempertimbangkan inflasi yang menargetkan pendekatan optimal terhadap kebijakan moneter.

Literatur tentang penargetan inflasi sangat luas dan banyak aspek pembuatan kebijakan praktis telah terintegrasi dalam representasi kontrol optimal yang formal. Konsisten dengan implikasi model patokan NewKeynesian untuk saluran transmisi kebijakan moneter yang relevan.

Jenis – Jenis Inflasi

1.    Policy Induced; disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaannya.

2.    Cost- push inflation; disebabkan oleh kenaikan biaya-biaya yang bisa terjadi walaupun pada saat tingkat pengangguran inggi dan tingkat penggunaan kapasitas produksi rendah.

Cost-push inflation disebabkan oleh kenaikan upah yang diberlakukan oleh serikat pekerja dan kenaikan keuntungan oleh pengusaha. Jenis inflasi ini belum menjadi fenomena baru dan bahkan ditemukan pada periode abad pertengahan. Tapi ditinjau pada tahun 1950-an dan di tahun 1970-an cost-push inflation sebagai penyebab utama inflasi. Ini juga dikenal sebagai "Inflasi Baru". Penyebab utama inflasi Cost-Push adalah kenaikan upah uang lebih cepat daripada produktivitas tenaga kerja. Serikat pekerja menekan pengusaha untuk memberikan upah meningkat secara signifikan, sehingga meningkatkan biaya produksi komoditas. Majikan pada gilirannya, menaikkan harga produk mereka. Upah yang lebih tinggi memungkinkan pekerja membeli sebanyak sebelumnya, meski harganya lebih tinggi. Di sisi lain, kenaikan harga mendorong serikat pekerja untuk menuntut upah yang lebih tinggi. Dengan cara ini, negara spiral biaya upah, yang menyebabkan inflasi mendorong biaya atau menaikkan gaji. Inflasi kenaikan biaya dapat diperparah lagi dengan penyesuaian upah di atas untuk mengkompensasi kenaikan biaya hidup. Beberapa sektor ekonomi mungkin terpengaruh oleh kenaikan upah uang dan harga produk mereka mungkin meningkat. Dalam banyak kasus, produk mereka digunakan sebagai masukan untuk produksi komoditas di sektor lain. Akibatnya, biaya produksi sektor lain akan meningkat dan dengan demikian mendorong harga produk mereka. Dengan demikian, inflasi yang mendorong upah di beberapa sektor ekonomi akan segera menyebabkan kenaikan harga inflasi di seluruh ekonomi. Selanjutnya, kenaikan harga bahan baku impor dapat menyebabkan inflasi mendorong biaya. Penyebab lain inflasi cost-push adalah dorongan inflasi. Perusahaan Oligopoli dan monopolis menaikkan harga produk mereka untuk mengimbangi kenaikan tenaga kerja dan biaya produksi untuk mendapatkan keuntungan lebih tinggi. Ada persaingan yang tidak sempurna dalam kasus perusahaan semacam itu, mereka mampu mengelola harga produk mereka. Inflasi kenaikan-dorong disebut administered-price inflation atau price-push inflation

3.    Demand-pull inflation; disebabkan oleh permintaan aggregat yang berlebihan yang mendorong kenaikan tingkat harga umum.

John Maynard Keynes (1883-1946) dan para pengikutnya menekankan peningkatan permintaan agregat sebagai sumber inflasi demand-pull. Permintaan agregat terdiri dari konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah.

Bila nilai permintaan agregat melebihi nilai penawaran agregat pada tingkat lapangan kerja penuh, maka kesenjangan inflasi muncul. Semakin besar kesenjangan antara permintaan agregat dan penawaran agregat, semakin cepat inflasi. Keynesian tidak menyangkal fakta ini bahwa bahkan sebelum mencapai faktor produksi kerja penuh dan berbagai kendala yang muncul dapat menyebabkan kenaikan harga publik. Kendala inflasi ini yang muncul dengan cepat pada saat kemakmuran pada awalnya berasal dari bagian, cabang dan atau berbagai sumber daya ekonomi yang tidak proporsional yang dicatat dari sifat alami disiplin berbasis pasar. Oleh karena itu, dalam satu periode kemakmuran itu sangat alami. Menurut teori inflasi demand-pull Keynes, kebijakan yang menyebabkan penurunan masing-masing komponen dari total permintaan efektif dalam mengurangi tekanan permintaan dan inflasi. Salah satu pengurangan pengeluaran pemerintah adalah kenaikan pajak dan untuk mengendalikan volume uang sendiri atau bersama-sama, dapat efektif dalam mengurangi permintaan efektif dan pengendalian inflasi. Dalam kondisi sulit, misalnya hiperinflasi selama perang yang mengendalikan volume uang atau penurunan pengeluaran umum mungkin tidak meningkatkan pajak secara praktis bisa seiring dengan tindakan langsung untuk mengendalikan permintaan.

4.    Inertial inflation; cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah. Jika inflasi terus bertahan, dan tingkat ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah, kenaikan inflasi akan terus berlanjut.



Menurut Sadono Sukirno, berdasarkan kepada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi dibedakan menjadi 3 :

a.    Inflasi Tarikan Biaya

Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini yang menimbulkan inflasi. Misalkan pada mulanya AD1 maka pendapatan Y1 dan P1. Perekonomian yang berkembang pesat mendorong kepada kenaikan permintaan aggregat AD2 akibatnya pendapatan nasional mencapai tingkat kesempatan kerja penuh YF dan PF (naik) ini berarti inflasi terwujud. Apabila masyarakat masih tetap menambah permintaannya maka permintaan aggregat menjadi AD3 . Untuk memenuhi permintaan yang semakin bertambah perusahaan-perusahaan akan menambah produksinya dan menyebabkan pendapatan nasional riil meningkat dari YF menjadi Y2 kenaikan produksi nasional melebihi kesempatan kerja penuh akan menyebabkan kenaikan harga yang lebih cepat yaitu  menjadi P2.

Inflasi tarikan permintaan juga dapat berlaku pada masa perang atau ketidakstabilan politik yang terus menerus. Pada masa seperti ini pemerintah berbelanja jauh melebihi pajak yang dipungutnya.untuk membiayai selebihnya maka pemerintah mencetak uang pengeluaran pemerintah yang berlebihan inilah menyebabkan permintaan aggregat akan melebihi kemampuan ekonomi menyediakan barang dan jasa sehingga menjadi inflasi.

  

b.    Inflasi Desakan Biaya

Inflasi ini berlaku ketika perekonomian berkembang pesat ketika tingkat pengangguran rendah. Apabila perusahaan menghadapi permintaan yang bertambah maka mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi pada pekerjanya dan mencari pekerja baru dengan tawaran pembayaran yang lebih tinggi. Ini mengakibatkan biaya produksi meningkat akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.



c.    Inflasi Diimpor

Inflasi juga dapat berasal dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor. Inflasi ini muncul apabila barang impor yang mengalami kenaikan mempunyai peranan penting. Contohnya : efek kenaikan harga minyak.  Minyak penting artinya dalam produksi barang-barang industri. Maka kenaikan harga minyak tersebut menaikkan biaya produksi dan mengakibatkan kenaikan harga-harga. Pada tahun 1970an US$3.00 menjadi US$12.00 pada tahun 1974 dan menjadi US$30.00 pada tahun 1979 menyebabkan stagflasi yaitu inflasi ketika pengangguran tinggi di berbagai negara.

Contoh lain dari stagflasi adalah ekonomi indonesia setelah krisis ekonomi di Asia tahun 1997 pada tahun berikutnya pendapatan nasional Indonesia menurun sebesar 13% pengangguran naik dan inflasi mencapai >70%. Stagflasi ini sebagai akibat kemerosotan nilai uang rupiah yang sangat besar dan ketidakstabilan politik yang ditimbulkan oleh penurunan nilai mata uang yang drastis. Ahli ekonomi menamakan stagflasi bersumber dari kata “stagnan” dan “inflasi” dimana stagflasi menggambarkan keadaan kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran tinggi dan pada waktu yang bersamaan kenaikan harga-harga semakin bertambah cepat.



Sekitar 40 tahun yang lalu, konsep inflasi struktural masuk dalam diskusi ekonomi dan penelitian. Hal ini terkait dengan pengaruh faktor struktural terhadap inflasi. Dalam faktor struktural ekonomi, kenaikan penawaran terkait dengan demand-push, walaupun faktor produksi pengangguran melimpah tidak mungkin atau lamban. Oleh karena itu, penalaran negara-negara kurang berkembang, hingga saat ini tidak berhasil berubah dalam bentuk tertinggal struktur atau tidak melakukan usaha untuk segera mencapai pertumbuhan ekonomi sendiri atau harus berkompromi dengan inflasi yang terkadang sangat parah. Inflasi ini, memberikan perbaikan struktural, berakibat pada biaya yang sebenarnya diberikan untuk pertumbuhan ekonomi segera. Strukturalisme, bahkan kelompok yang tidak terlalu diperlukan untuk mengubah landasan kebijakan saat ini untuk pemberantasan inflasi, dengan pengendalian inflasi melalui intervensi pemerintah dalam struktur pasar dan juga, dengan mengadopsi rencana yang menentukan untuk pembagian tekanan inflasi yang adil, tidak ada oposisi. Namun, langkah-langkah anti inflasi yang umum terutama kebijakan moneter dan anggaran kontraksi dari sudut pandang mereka, hanyalah sebuah resep untuk menghentikan pertumbuhan ekonomi negara-negara non-berkembang, yang juga melalui para ahli yang meratifikasi negara-negara maju dan organisasi dunia di bawah supremasi (peraturan) dan atau dengan memahami fitur ekonomi yang kurang berkembang dinonaktifkan (lumpuh). Pertumbuhan sektor jasa yang cepat dan cepat yang terkait dengan pertumbuhan penduduk dan imigrasi merupakan faktor inflasi lainnya, yang lebih ditekankan oleh strukturalisme. Sisa struktur jaringan distribusi, kuasi eksklusif dan struktur beberapa industri maju, struktur rintangan dan biaya kerja yang berat dan sepuluh faktor kecil dan besar lainnya selain semua strukturalisme ini dari aspek struktur kebijakan sosial inflasi tidak diketahui. Perlu diperhatikan bahwa tingkat persaingan dan kerak kerak masyarakat untuk pangsa kepemilikan besar dari pendapatan nasional merupakan salah satu faktor utama inflasi tersembunyi di negara-negara maju. Tipe Strukturalisme dari kompetisi ini dalam hiperinflasi negara-negara kurang berkembang adalah efektif. Persaingan secara khusus mengintensifkan dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang cepat dan meningkatkan pergerakan sosial. Kelompok sosial baru membuka jalan menuju landasan politik dan aktivitas ekonomi dan dengan beralih ke inflasi, usaha dilakukan untuk memperkuat kekuatan dan mengubah distribusi pendapatan. Dari sudut pandang ini, inflasi merupakan manifestasi perubahan ekonomi dan masyarakat yang dipilih dari pesatnya dinamika pertumbuhan ekonomi.



Dampak Inflasi

Inflasi menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat :

a.    Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat

Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang atau malah semakin rendah apalagi bagi orang-orang yang berpendapatan tetap, kenaikan upah tidak secepat kenaikan harga-harga maka inflasi ini akan menurunkan upah riil setiap individu yang berpendapatan tetap.

b.    Memperburuk distribusi pendapatan

Bagi masyarakat yang berpendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan nilai riil dari pendapatannya dan pemilik kekayaan dalam bentuk uang akan mengalami penurunan juga. Akan tetapi bagi yang memiliki kekayaan tetap seperti tanah dan bangunan dapat mempertahankan atau justru menambah nilai riil kekayaannya.

c.    Mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang

Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang. Simpanan di bank, simpanan unai dan simpanan dalam institusi keuangan lainnya merupakan simpanan keuangan. Nilai riilnya akan menurun apabila terjadi inflasi.

d.    Memperburuk pembagian kekayaan

Penerima pendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan dalam nilai riil pendapatannya dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai riil kekayaannya. Akan tetapi yang memilki harta tetap dapat mempertahankan atau menambah nilai riil kekayaannya.



Dampak inflasi bagi perekonomian nasional diantaranya :

a.    Investasi berkurang

b.    Mendorong tingkat bunga

c.    Mendorong penanam modal yang bersifat spekulatif

d.    Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan

e.    Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi dimasa yang akan datang

f.     Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang

g.    Menimbulkan defisit neraca pembayaran

h.    Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat

i.      Meningkatnya jumlah pengangguran



Hubungan Inflasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi perhatian utama sebagian besar negara di dunia. Inflasi dan pertumbuhan ekonomi mendapat perhatian sejak periode klasik. Para ahli ekonomi makro, pembuat kebijakan dan otoritas moneter sentral dari semua negara perlu mengetahui apakah inflasi bermanfaat bagi pertumbuhan atau kerugian bagi pertumbuhan.

Kita bisa melihat kompleksitas hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang berbeda. Studi yang telah dilakukan mengenai hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi menemukan hasil yang berbeda. Beberapa teori juga memiliki pandangan yang berbeda mengenai isu inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Apalagi, arah hubungan kausal antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi juga bisa diperdebatkan. Beberapa telah menunjukkan kausalitas dua arah, kausalitas searah dan tidak ada hubungan kausalitas antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Banyak penelitian telah dilakukan mengenai isu inflasi dan pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara industri maupun negara berkembang. Fisher (1993) mempelajari tentang hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi dan menyimpulkan hubungan negatif antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya, sebuah studi yang berlangsung di Bangladesh, India, Pakistan, dan Srilanka oleh Mallik dan Chowdhury (2001) menemukan hubungan positif antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Ghosh dan Phillips (1998) mempelajari tentang hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi untuk 145 negara dan menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi ketika inflasi rendah namun hubungannya menjadi negatif terhadap inflasi yang tinggi. Hasil studi di negara-negara Afrika juga menunjukkan pandangan yang berbeda mengenai kedua isu tersebut. Satu studi oleh Muritala (2011) mengenai Nigeria menunjukkan bahwa inflasi dan pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif.

Penggunaan kebijakan fiskal dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi selama pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat tabungan, kebijakan fiskal harus menjadi tujuan dengan pencapaian mobilitas maksimum dari fungsi tabungan.



Hubungan Inflasi dengan Pengangguran

Hubungan antara pengangguran dan inflasi cenderung berubah dengan tingkat dan persistensi inflasi. Bukti dari negara-negara dengan inflasi tinggi menegaskan mengenai ini. Tidak hanya cara pekerja dan perusahaan membentuk ekspektasi mereka berubah, tapi juga pengaturan kelembagaan: Ketika tingkat inflasi menjadi tinggi, inflasi juga cenderung menjadi lebih bervariasi. Akibatnya, pekerja dan perusahaan menjadi lebih enggan untuk memasuki kontrak kerja yang menetapkan upah nominal untuk jangka waktu yang panjang. Jika inflasi meningkat lebih tinggi dari perkiraan, upah riil dapat turun dan pekerja akan mengalami penurunan besar dalam standar hidup mereka. Jika inflasi ternyata lebih rendah dari perkiraan, upah riil bisa naik tajam. Perusahaan mungkin tidak mampu membayar pekerjanya. Beberapa mungkin bangkrut. Untuk alasan ini, syarat kesepakatan upah berubah dengan tingkat inflasi. Upah nominal ditetapkan untuk periode waktu yang lebih pendek, turun dari satu tahun ke bulan atau bahkan kurang. Indeksasi upah, ketentuan yang secara otomatis menaikkan upah sesuai dengan inflasi, menjadi lebih umum. Perubahan ini mengarah pada respons inflasi yang lebih kuat terhadap tingkat pengangguran. Untuk melihat ini, sebuah contoh berdasarkan indeksasi upah akan membantu. Bayangkan sebuah ekonomi yang memiliki dua jenis kontrak kerja.

Indeks kenaikan upah meningkatkan efek pengangguran terhadap inflasi. Semakin tinggi proporsi upah, semakin tinggi tingkat inflasi. Tanpa indeksasi upah, tingkat pengangguran yang rendah meningkatkan upah, yang pada gilirannya menaikkan harga. Tapi karena upah tidak merespons harga saat ini, tidak ada kenaikan harga lebih jauh. Dengan indeksasi upah, bagaimanapun, kenaikan harga menyebabkan kenaikan upah lebih lanjut dalam tahun ini, yang menyebabkan kenaikan harga lebih lanjut, dan seterusnya sehingga efek pengangguran terhadap inflasi lebih tinggi. Perubahan kecil dalam pengangguran dapat menyebabkan perubahan inflasi yang sangat besar. Dengan kata lain, bisa terjadi perubahan inflasi yang besar dengan hampir tidak ada perubahan dalam pengangguran. Inilah yang terjadi di negara-negara di mana inflasi sangat tinggi: Hubungan antara inflasi dan pengangguran menjadi lebih lemah dan akhirnya lenyap sama sekali.

Kenyataannya inflasi yang relatif tinggi membuat masyarakat hidup berhemat, banyak PHK dan penurunan jumlah produksi sehingga terjadi kelangkaan barang di pasar, ini akan menjadi inflasi yang tinggi menjadi lebih tinggi.

Prof. A. W Phillips daro London School of Economic, inggris secara empiris tanpa didasari teori yang kuat ditemukan suatu bukti bahwa ada hubungan yang terbalik antara tingkat inflasi dan pengangguran. Dalam arti apabila inflasi naik, maka pengangguran turun. Sebaliknya apabila inflasi turun, maka pengangguran naik.

Secara teori, Lipsey menerangkan hubungan antara tingkat inflasi dengan pengangguran melalui teori pasar tenaga kerja. Menurutnya, upah tenaga kerja akan cenderung turun bila pengangguran relatif banyak, karena banyaknya tingkat pengangguran mencerminkan adanya kelebihan penawaran tenaga kerja. Sebaliknya upah tenaga kerja naik bila tingkat pengangguran relatif rendah, karena adanya kelebihan permintaan tenaga kerja. Namun, meskipun pada suatu kondisi terdapat keseimbangan anatara permintaan dan penawaran tenaga kerja yang memberikan tingkat upah tertentu, pengangguran masih saja tetap ada, hal ini dikarenakan informasi yang kurang keahlian yang tidak sesuai dengan lowongan dan sebagainya. Jadi menurut Lipsey, sehubungan dengan teori Phillips, penawaran dan permintaan itu menentukan tingkat upah dan perubahan tingkat upah tergantung dari adanya kelebihan permintaan tenaga kerja. Dengan demikian, makin besar kelebihan permintaan tenaga kerja, maka tingkat upah akan semakin besar, ini berarti tingkat pengangguran akan semakin kecil/rendah. Karena hubungan antara kelebihan permintaan tenaga kerja sebanding dengan kenaikan upah, maka berarti bila tingkat upah tinggi maka pengangguran rendah, sebaliknya bila tingkat upah rendah, maka pengangguran tinggi. Namun, bila dibalik pernyataannya menjadi bila tingkat pengangguran tinggi, maka upah rendah dan bila pengangguran rendah, maka upah tinggi. Perlu diingat bahwa asumsi dasar dari teori ini adalah bahwa bila upah riil sama dengan upah nominal, dimana upah riil adalah upah nominal dibagi dengan harga yang berlaku.

Salah satu penyebab inflasi yang dijelaskan di atas, yaitu cost push inflation, dimana salah satu penyebab naiknya harga barang adalah adanya tuntutan kenaikan upah, sehingga untuk mengatasi biaya produksi dan operasi, maka harga produk dijual dengan harga relatif mahal dari sebelumnya (artinya manakala upah tinggi, maka tingkat inflasi tinggi, dan sebaliknya)

BAB III

KESIMPULAN





Pada prinsipnya tidak semua inflasi berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika terjadi inflasi ringan yaitu inflasi di bawah sepuluh persen. Inflasi ringan justru dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena inflasi mampu memberi semangat pada pengusaha, untuk lebih meningkatkan produksinya. Pengusaha bersemangat memperluas produksinya, karena dengan kenaikan harga yang terjadi para pengusaha mendapat lebih banyak keuntungan. Selain itu, peningkatan produksi memberi dampak positif lain, yaitu tersedianya lapangan kerja baru. Inflasi akan berdampak negatif jika nilainya melebihi sepuluh persen

Jika pengangguran terjadi maka pengeluaran aggregat perlu dinaikkan sehingga tingkat kegiatan ekonomi meningkat. Dengan ini, pemerintah menjamin agar jurang deflasi dapat diperkecil sejauh mungkin atau dapat pula mengurangi pajak yang di pungutnya dari para penerima pendapatan dan perusahaan-perusahaan sehingga akan menimbulkan anggaran belanja defisit. Dengan demikian kebijakan anggaran belanja defisit merupakan suatu langkah untuk mengatasi depresi dan pengangguran.

Cara mengatasi Inflasi :

a.    Kebijakan Fiskal; menambah pajak dan mengurangi pengeluaran pemerintah.

b.    Kebijakan Moneter; mengurangi, menaikkan suku bunga dan membatasi kredit.

c.    Segi Penawaran; melakukan langkah-langkah untuk mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga, menggalakkan pertambahan produksi dan teknologi.





REFERENSI

Journal “Macroeconomic Theories of Inflation” Jalil Totonchi Islamic Azad University, Yazd Branch, Department of Economics, Yazd, Iran. 2011 International Conference on Economics and Finance Research IPEDR vol.4 IACSIT Press, Singapore



Journal “The Impact of Fiscal Policy on The Output and Inflation” Ndari Surjaningsih G. A. Diah Utari Budi Trisnanto. April 2012 Bulletin of Monetary Economics and Banking



Journal “Economic Growth and Inflation” A panel data analysis Södertörns University. 2012. Department of Social Sciences



Journal “Monetary Theory and Monetary Policy: Reflections on the Development over the last 150 Years” OTMAR ISSING, VOLKER WIELAND. 2012. Institute for Monetary and Financial Stability GOETHE UNIVERSITY FRANKFURT AM MAIN



Maroeconomic 6th edition. Blanchard









Huda, Nurul dkk. 2009 Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis Cet 1.

Kencana, Prenada Media Group

Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi 1 Cet. 20.

Jakarta : Rajawali Pers


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH KELOMPOK 1 PASAR MODAL SYARIAH

INVESTASI DAN PERKEMBANGAN PASAR MODAL DI INDONESIA Khairil Ihsan Sitompul [1] Nur Auliah [2] Nurhidayati [3] Yuyun Trian...