1.
Keseimbangan
Pasar Barang dan Pasar Uang dalam Perspektif Islam
Kerangka
IS-LM digunakan untuk menelaah fungsi investasi dan permintaan uang dalam perekonomian.
Keseimbangan IS (Investment and Saving) yang menggambarkan keseimbangan di
pasar barang, sedangkan keseimbangan LM (Liquidity and Money) yang
menggambarkan keseimbangan di pasar uang.
a.
Pasar
barang dalam perspektif Islam
Dalam menjelaskan model IS (kurva yang
menggambarkan keseimbangan di pasar barang), Khan menjelaskan terlebih dahulu
dari fenomena permintaan investasi di pasar barang . sebagaimana di
konvensional, investasi adalah bagian dari komponen permintaan agregat di pasar
barang selain konsumsi (C) dan belanja pemerintah (G).
Permintaan investasi di pasar barang akan
sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya yang dapat mendukung kegiatan
investasi, besarran keuntungan yang akan didapatkan dari usaha, ketersediaan
modal dan juga adanya bagian dari SDM yang akan memiliki kemauan dan kemampan kewirausahaan,
dengan mempertimbangkan tingkat keuntungan dan besaran resiko tertentu.
Terkait dengan keuntungan, besarnya
keuntungan ini akan diukur dengan menggunakan besaran standar upah minimum.
Singkatnya, kesediaan seorang entrepreneur untuk menggeluti suatu bisnis akan
tergantung kepada besaran resiko dan keuntungan, dimana penjumlahan secara
simultan antara besaran keuntungan dengan resiko kerugian minimal sama dengan
besaran upah minimum. Selain itu, untuk mendapatkan suatu tungkat keuntungan
tertentu akan sangat dipengaruhi oleh besaran modal yang digunakan dalam
berinvestasi. Kegiatan investasi akan mengahsilkan keuntungan yang maksimal
jika modal investasi terus ditambah. Namun setelah investasi menghasilkan
keuntungan maksimum, penambahan modal investasi yang selanjutnya akan
menghasilkan tingkat keuntungan yang tidak lebih tinggi.
Secara umum, kondisi ini hanya dapat
terjadi pada kondisi dimana modal yang tersedia tidak dalam bentuk bunga,
melainkan dalam bentuk bagi hasil, mudharabah, ataupun musharakah.
Permintaan investasi secara agregat akan
sangat dipengaruhi oleh permintaan investasi di tingkat mikro. Dimana besaran
investasi di tingkat mikro ini akan sangat dipengaruhi oleh ekspektasi
keuntungan dan bagi hasil yang diklaim oleh pemilik dana.
b.
Pasar uang
dalam perspektif Islam
Permintaan akan uang dalam suatu sistem
perekonomian yang Islami akan dipengaruhi oleh motif seorang muslim dalam
memegang uang. Menurut Metwally ada 2 motif utama seorang muslim dalam memegang
uang, yaitu:
1.
motivasi
transaksi dan
2.
motifasi
berjaga-jaga.
Dengan 2 motif ini jelas, bahwa permintaan
uang untuk tujuan spekulasi sperti yang dikemukakan Keynes, tidak akan ada
dalam suatu sistem perekonomian yang Islami. Permintaan uang dalam ekonomi
Islam menurut Metwally juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Besarnya
persediaan uang tunai akan berhubungan dengan tingkat pendapatan dan frekuensi
pengeluaran.
Selain dipengaruhi oleh tingkat
pendapatannya, permintaan uang dalam sistem ekonomi Islam juga tergantung pada
ekspektasi return dari financial aset. Ekspektasi return yang tinggi dari
financial aset menyebabkan uang menjadi kurang bermanfaat jika uang hanya
dipegang dan tidak diinvestasikan.
Meski demikian, adanya rasa tanggung jawab
seorang muslim dalam membantu sesama muslim lainnya, maka motiv memegang uang
sering kali dilandasi sikap untuk dapat memberikan pinjaman qardhul hasan
kepada orang lain sebagai upaya untuk membantu mereka yang membutuhkan dana
pinjaman jangka pendek. Permintaan uang yang dimaksudkan untuk pinjaman
kebaikan ini disebut dengan motif altruistic.
Keinginan dasar untuk memegang uang pada
saat return rendah dan dorongan untuk melakukan investasi pada saat return yang
tinggi. Dengan kondisi ini maka motif memegang uang untuk tujuan altruistic
akan lebih besar pada saat return investasi dari aset finansial rendah dari
pada ketika ekspektasi return investasi tinggi. Dalam Islam terdapat suatu
institusi pengendali dari permintaan uang yang spekulatif yaitu zakat. Dengan
adanya zakat, maka akan memperkuat motif memegang uang untuk motif altruistic.
2.
Kebijakan
Fiskal dan Moneter dalam perspektif Islam
a.
Kebijakan
fiskal
Pada masa kenabian dan kekhalifahan
setelahnya, kaum muslimin cukup berpengalaman dalam menerapkan beberapa
instrumen sebagai kebijakan fiskal, yang diselenggarakan pada lembaga
baitulmaal (national treasury). Dari berbagai macam instrumen, pajak diterapkan
atas individu (jizyah dan pajak khusus muslim), tanah kharaj, dan ushur (cukai)
atas barang impor dari negara yang mengenakan cukai terhadap pedagang kaum
muslimin, sehingga tidak memberikan beban ekonomi yang berat bagi masyarakat.
Pada saat perekonomian sedang krisis, yang membawa dampak terhadap keuangan
negara karena sumber-sumber penerimaan terutama pajak merosot seiring dengan
merosotnya aktivitas ekonomi, maka kewajiban-kewajiban tersebut beralih kepada
kaum muslimin.
Perkembangan peran kebijakan fiskal dalam
sistem ekonomi Islam mulai zaman awal Islam sampai kepada puncak kejayaan Islam
pada zaman pertengahan. Setelah itu, seiring dengan kemunduran dalam
pemerintahan Islam pada saat itu maka kebijakan fiskal islami mulai ditinggalkan
dan digantikan dengan kebijakan fiskal lainnya dari sistem ekonomi
konvensional.
·
Kebijakan
fiskal masa Rasulullah
Dengan
adanya Perang Badar pada abad ke-2 Hijriah, negara mulai mempunyai pendapatan
dari 1/5 rampasan perang (ghanimah) yang disebut dengan khums, akibat peperangan
tersebut diperoleh pula pendapatan dari tebusan tawanan pereang bagi yang
ditebus (rata-rata 4000 dirham/tawanan), tetapi bagi yang tidak ditebus
diwajibkan mengajar membaca masing-masing 10 orang muslim. Kemudian sebagai
akibat penghiatan Bani Nadhir terhadap Nabi setelah Perang Uhud, Rosulullah
mendapatkan tanah wakaf yang pertama dalam sejarah Islam. juga sudah terdapat
jizyah yaitu pajak yang dibayarkan oleh orang non-muslim khususnya ahli kitab,
untuk jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai, dan
tidak wajib militer. Besarnya jizyah 1 dinar/tahun untuk orang dewasa yang
mampu mebayarnya. Selain itu ada lagi yang lain.
Sumber
penerimaan pada masa Rasul saw dapat digolongkan menjadi 3, yaitu: dari kaum
muslim, non-muslim dan dari sumber lain. Dari golongan muslim terdiri atas:
zakat, ushr, zakat fitrah, wakaf, amwal fadhla, nawaib, dan tentu saja shadaqah
seperti qurban dan kafarat. Dari non-muslim terdiri atas: jizyah, kharaj, ushr.
Sedangkan dari sumber lain, misalnya: ghanimah, fai’i, uang tebusan, hadiah
dari pemimpin dan negara lain, pinjaman dari kaum muslim dan non-muslim.
Belanja
pemerintah pada masa Rosul meliputi hal-hal pokok yaitu: biaya pertahanan
negara, penyaluran zakat dan ushr untuk mereka yang berhak menerimanya,
pembayaran gaji pegawai pemerintah, pembayaran utang negara serta bantuan untuk
musafir. Sedangkan untuk hal-hal yang sekunder diperuntukkan bagi: bantuan
orang yang belajar di Madinah, hiburan untuk para delegasi keagamaan dan utusan
suku, hadiah untuk pemerintah lain, atau pembayaran utang orang yang meninggal
dalam keadaan miskin.
Untuk
mengelola sumber penerimaan dan pengeluaran negara, maka Rasul saw
menyerahkannya kepada baitul maal dengan menganut asas anggaran berimbang
(balance budget), artinya semua peneriman habis digunakan untuk pengeluaran
negara (government expenditure).
·
Kebijakan
fiskal setelah Rasulullah
Ada beberapa
masa kepemimpinan penerapan kebijakan fiskal setelah Rasulullah , yaitu:
1.
Masa
Khalifah Abu Bakar Ash-sidiq (51 SH-13H / 573-634M)
2.
Masa Khalifah
Umar bin Khatan (40 SH -23H/584-644M)
3.
Masa Khalifah
Usman bin Affan (47 SH- 35H / 577-656 M)
4.
Masa Khalifah
Ali bin Abi Thalib (23 SH – 40 H/600-661 M)
b.
Kebijakan
moneter
Kebijakan moneter yang diformulasikan dalam
sebuah perekonomian Islam, adalah menggunakan fariabel cadangan uang dan bukan
suku bunga. Bank sentral harus menggunakan kebijakan moneternya untuk
menghasilkan suatu pertumbuhan dalam sirkulasi uang yang mencukupi untuk
membiayai pertumbuhan potensial dalam output selama periode menengah dan
panjang, dalam kerangka harga-harga yang stabil dan sasaran sosioekonomi
lainnya. Tujuannya untuk menjamin ekspansi moneter yang pas, tidak terlalu
lambat tapi juga tidak terlalu cepat, tetapi cukup mampu menghasilkan
kesejahteraan yang merata bagi masyrakat. Laju pertumbuhann yang dituju
haruslah bersifat kesinambungan, realistis serta mencakup jangka menengah dan
jangka panjang.
Untuk mewujudkan sasaran Islam, tidak saja
harus melakukan reformasi perekonomian dan masyarakat sejalan dengan
garis-garis Islam, tetapi juga memerlukan peran positif pemerintah dan semua
kebijakan negara termasuk fiskal, moneter dan pendapatan, harus berjalan
seirama.
Salah satu penyebab peredaran uang yang
terlalu tinggi karena terjadinya defisit anggaran yang ditutup dengan pinjaman.
Defisit boleh terjadi sejauh memang diperlukan untuk pertumbuhan Jangka panjang
yang berkesinambungan dan kesejahteraan yang berbasis luas didukung harga-harga
yang stabil. Berikut penyebab defisit anggaran:
1.
Sulitnya
pemerintah meningkatkan pembiayaan yang memadai melalui perpajakan dan
sumber-sumber pemasukan noninfalsioner lainnya untuk memenuhi pengeluaran
produktif dan penting lainnya.
2.
Kurangnya
kesediaan pemerintah untuk mereduksi secara substansial pengeluaran negara yang
mubazir dan tidak produktif.
Pemerintahan muslim haruslah berani menghapus
kedua sumber defisit tersebut diatas agar lebih efektif dalam menjalankan
kebijakan moneternya.